Quarter Life Crisis Mahasiswa: Kenapa Bisa Terjadi dan Bagaimana Menghadapinya?


Ilustrasi/Gemini


Bayangkan begini, kamu sedang duduk di kamar kos, skripsi belum disentuh padahal deadline makin dekat, timeline Instagram penuh dengan teman-teman yang sudah wisuda, ada yang mulai kerja di perusahaan bergengsi, ada juga yang sibuk menikah. Lalu kamu menatap layar laptop, bertanya dalam hati, “Aku sendiri, sudah sampai mana ya?”

Kalau pernah mengalami momen semacam ini, selamat—mungkin kamu sedang berada di fase yang disebut Quarter Life Crisis (QLC).

Apa Itu Quarter Life Crisis?

Quarter Life Crisis adalah fase ketika seseorang yang berusia sekitar 18–25 tahun mulai merasakan kebingungan, keraguan, dan kecemasan tentang arah hidupnya. Biasanya muncul pada masa transisi, misalnya dari bangku kuliah menuju dunia kerja, atau ketika harus mengambil keputusan besar untuk masa depan.

Tanda-tandanya bisa beragam, misalnya:

- Merasa tertinggal dibandingkan teman sebaya.

- Bingung menentukan jalur karier atau bahkan jurusan kuliah sendiri.

- Cemas tentang masa depan, finansial, dan tujuan hidup.

- Sering overthinking, merasa hidup “jalan di tempat”.

Dalam konteks mahasiswa, fase ini terasa lebih nyata karena dunia kampus adalah “laboratorium kehidupan” yang penuh tekanan: akademik, sosial, finansial, hingga eksistensial.

Mengapa Mahasiswa Rentan Mengalami Quarter Life Crisis?

1. Tekanan Akademik

Mahasiswa seringkali dihadapkan pada tuntutan yang tidak main-main: IPK harus tinggi, skripsi harus selesai tepat waktu, dan kompetisi akademik yang kadang membuat stres. Bagi sebagian orang, tekanan ini bisa memicu perasaan gagal jika tidak mampu memenuhi standar.

2. Tekanan Sosial

Bandingkan dengan teman—itulah hobi tak terhindarkan mahasiswa. Ada teman yang jago organisasi, ada yang aktif di komunitas startup, ada yang sudah jadi content creator dengan ribuan followers. Sementara kamu? Masih bingung mau fokus ke mana. Fenomena FOMO (fear of missing out) semakin memperparah rasa cemas.

3. Tekanan Ekonomi

Biaya hidup semakin mahal, uang saku terbatas, kadang harus kerja sambilan untuk bertahan. Tidak sedikit mahasiswa yang merasa minder karena harus struggle finansial sementara teman-temannya terlihat lebih “mapan”.

4. Transisi ke Dunia Kerja

Banyak mahasiswa yang ketika hampir lulus, justru merasa semakin takut. “Kalau sudah wisuda, aku kerja di mana? Apakah jurusan ini menjamin pekerjaan?” Pertanyaan semacam itu bisa jadi pemicu quarter life crisis.

Dampak Quarter Life Crisis pada Mahasiswa

- Kalau tidak disadari dan ditangani, quarter life crisis bisa berdampak serius:

- Kesehatan mental: stres berkepanjangan, kecemasan berlebih, bahkan depresi ringan.

- Produktivitas akademik menurun: malas mengerjakan tugas, menunda skripsi, dan burnout.

- Kehidupan sosial terganggu: menarik diri dari lingkungan, merasa sendirian, kehilangan motivasi untuk bersosialisasi.

Tapi kabar baiknya, quarter life crisis bukanlah akhir dunia. Justru sebaliknya, ini adalah fase normal yang bisa jadi titik balik menuju kedewasaan.

Cara Menghadapi Quarter Life Crisis

1. Refleksi Diri

Tanyakan pada dirimu sendiri: apa yang sebenarnya aku inginkan? Apakah aku mengejar sesuatu karena benar-benar mau, atau hanya karena ikut-ikutan orang lain? Menulis jurnal atau diary bisa membantu menemukan jawaban.

2. Break Down Target

Jangan terbebani dengan pertanyaan “5 tahun ke depan aku mau jadi apa?”. Coba fokus ke target kecil dalam 3–6 bulan, seperti menyelesaikan skripsi, ikut kursus online, atau menambah pengalaman organisasi. Target kecil lebih realistis dan mengurangi rasa kewalahan.

3. Cari Support System

Kamu tidak harus menghadapi ini sendirian. Temukan teman atau komunitas yang sehat, bisa jadi tempat berbagi cerita tanpa dihakimi. Kalau perlu, jangan ragu mencari bantuan profesional seperti konselor kampus.

4. Belajar Skill Baru

IPK penting, tapi skill praktis lebih menentukan ketika masuk dunia kerja. Cobalah belajar public speaking, digital marketing, desain grafis, coding, atau apapun yang sesuai minat. Skill ini bisa memberi rasa percaya diri baru.

5. Terima Ketidakpastian

Hidup tidak selalu harus jelas arahnya di usia 20-an. Tidak masalah jika masih bingung, tidak masalah jika jalannya pelan. Ingat, setiap orang punya timeline masing-masing.

Quarter Life Crisis Adalah Bagian dari Proses

Quarter Life Crisis bukanlah tanda kelemahan. Sebaliknya, ini adalah alarm alami yang memberi tahu bahwa kamu sedang tumbuh, sedang belajar mengenal diri sendiri, sedang melangkah menuju kedewasaan.

Jadi, kalau sekarang kamu merasa tersesat, lelah, atau kehilangan arah—ingatlah bahwa kamu tidak sendirian. Ribuan mahasiswa lain juga merasakan hal yang sama. Dan satu hal yang pasti: fase ini akan berlalu, meninggalkan dirimu yang lebih kuat dan lebih tahu siapa kamu sebenarnya. [*]